Pernahkah kamu dengar tentang Generasi Sandwich? Generasi Sandwich adalah orang-orang yang berada di rentang usia 25-42 tahun yang memiliki beban finansial ganda. Generasi ini memiliki tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan finansial diri sendiri atau keluarga jika sudah berkeluarga serta orang tuanya. Fyi, aku termasuk kategori open sandwich, dimana aku menanggung beban ekonomi diri sendiri dan orang tua karena belum berkeluarga. Walaupun bukan murni generasi sandwich yang dihimpit oleh tanggung jawab mengurus keluarga, anak dan orang tua, menjadi generasi open sandwich sudah cukup membuatku merasakan bagaimana beratnya beban ekonomi generasi ini. Terlebih saat ini aku merupakan tulang punggung utama karena ditinggal Papa meninggal dunia tahun 2022 lalu. Sedangkan Mama akan memasuki kategori Lansia dan hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga ditambah aku adalah anak tunggal. Otomatis, semua beban ekonomi ada di tanganku dan keadaan memaksaku untuk pintar-pintar mengelola keuangan supaya tetap survive sekeluarga. Karena basic-ku bukan di keuangan dan aku nggak mengambil studi secara khusus tentang perbankan, aku harus banyak cari info di internet tentang bagaimana cara mengelola keuangan untuk generasi sandwich. Aku menemukan banyak info menarik tentang keuangan di website bernama beranda.co.id , yaitu portal berita online yang menyajikan berita terkini tentang dunia bisnis dan wirausaha untuk Milenial dan Gen Z. Banyak insight tentang mengatur keuangan yang kudapatkan disana dan bisa kuterapkan ke kehidupanku sehari-hari.
Berdasarkan pengalamanku saat ini, ada 6 cara mengatur keuangan untuk Generasi Sandwich:
Langsung pisahkan kebutuhan ketika mendapat gaji
Saat mendapat gaji, hal yang wajib dilakukan adalah memisahkan uang per kebutuhan. Dalam porsi pembagiannya aku nggak terlalu terpatok dengan standar pembagian jatah bulanan seperti di tips Tiktok atau info-info di internet. Aku selalu utamakan kebutuhan yang biasanya pasti dikeluarkan setiap bulan contohnya biaya makan, bensin, pulsa, tagihan, dan cicilan. Biaya untuk kebutuhan-kebutuhan ini harus segera dipisahkan. Kalau nggak dipisahkan biasanya tercampur dan salah-salah malah ikut dibelanjakan. Untuk menjaga tetap on track dan nggak tercampur, coba pisahkan ke masing-masing amplop jika berupa uang tunai. Untuk yang mengandalkan transfer bank sebagai media transaksi utama, coba buat pencatatan keuangan di Google Sheet. Ketika jatah biaya kebutuhan tersebut sudah dikeluarkan tinggal ditandai. Konsepnya sama seperti amplop. Tinggal kenyamanan masing-masing aja pilih metode yang mana.
Buat wish list barang ketika ingin belanja
Belanja itu godaan yang susah banget untuk ditinggalkan. Hayo siapa yang tiap bulannya selalu kegoda Flash Sale dan akhirnya checkout? Inilah pengaruh kalau nggak punya wish list barang. Untuk menghindari lapar mata, aku suka membuat wish list barang yang lagi kupengen. Biasanya ini ampuh menahan keinginan untuk belanja karena pasti mikir berbulan-bulan buat beli atau nggak. Barang yang sudah masuk wish list baru bisa dibeli kalau beneran pengen punya banget.
Bedakan mana kebutuhan mana keinginan
Sebenarnya ini masih berkaitan dengan wish list. Dari situ kamu bisa tentukan mana barang yang cuma bikin kamu kepo atau memang kamu butuhkan. Kamu bisa mengulik-ngulik produk sambil berpikir plus dan minus kalau punya barang tersebut. Ini ampuh banget di aku sih. Nggak jarang barang yang bikin aku kepo ngendon di wish list sampai bertahun-tahun karena nggak kunjung dibeli. Yang ada malah dikeluarkan dari daftar keinginan. Daripada mubazir dibeli tapi nggak dipakai ya kan.
Selalu sediakan dana darurat
Ini nih yang bikin generasi sandwich terkadang putus asa. Karena terlalu fokus ke memenuhi kebutuhan bulanan dan jajan, dana darurat sampai nggak dipikirkan. Bukan dana darurat yang gimana-gimana, misalnya sekedar service kendaraan atau butuh membeli obat karena tiba-tiba sakit. Kan darurat tuh. Kalau nggak menyiapkan dana darurat, anggaran bulanan pasti agak melenceng dan agak bikin was-was kan ya. Buat aku nggak harus ada takaran pasti untuk menyisihkan dana darurat. Secukupnya dan semampunya kemampuan finansialmu aja.
Cari tambahan penghasilan
Walaupun punya gaji tetap yang menjamin perekonomianmu beberapa tahun mendatang, aku nggak bisa bilang kamu boleh tenang. Kita nggak akan tahu apa yang akan terjadi di depan, contohnya pandemi kemarin. Alangkah lebih baik usahakan cari tambahan penghasilan. Nanti hasilnya bisa masuk ke tabungan. Apalagi sekarang banyak sambilan yang bisa kamu dikerjakan dari rumah. Contoh paling mudahnya yaitu jadi affiliate dan masih banyak lagi.
Carilah support system
Support system kadang dianggap butuh nggak butuh untuk sebagian orang. Tapi buatku support system itu seperti pondasi. Masalah keuangan nggak jarang menguras mental, bikin goyah, dan imbas paling parah adalah putus asa. Maka dari itu carilah orang yang bisa diajak diskusi tentang keuangan, terutama orang yang kamu tanggung biaya kehidupannya. Kalau aku, Mamaku adalah support system-ku. Walaupun sebenarnya nggak tega kalau sharing tentang masalah keuangan karena takut kepikiran, beruntung Mamaku adalah tipe orang yang supportif. Aku malah sering mendapat nasihat dan arahan untuk mengatur keuangan supaya aku nggak stress sendiri. Jadinya beban sebagai tulang punggung keluarga nggak terlalu terasa. Kalau kamu nggak punya orang yang bisa diajak sharing dari keluarga, kamu juga bisa cerita ke orang terdekat atau orang yang bisa kamu percaya.
Generasi sandwich bisa dirasakan oleh siapa saja. Kaum Gen-Z pun banyak yang sudah mengalaminya. Asal punya pengelolaan keuangan yang baik, beban ekonomi nggak terasa berat kok. Jangan putus asa. Semangat terus untuk kita semua dan selalu berdoa selalu diberi rejeki melimpah. Semoga artikel ini bermanfaat untuk kamu ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar